Diskusi 7
Evolusi Bintang
Materi Inisiasi 7
Pada pertemuan ini mari kita diskusikan hal-hal berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan evolusi bintang?
2. Jelaskan proses evolusi bintang!
3. Menunjukkan apakah warna dan spektrum bintang? jelaskan jawaban anda
1. Apa yang dimaksud dengan evolusi bintang?
2. Jelaskan proses evolusi bintang!
3. Menunjukkan apakah warna dan spektrum bintang? jelaskan jawaban anda
Jawaban :
1) Apa yang dimaksud dengan evolusi bintang?
Evolusi bintang adalah perubahan pelahan - lahan sejak suatu bintang terjadi sampai menjadi bintang yang stabil, kemudian memasuki deret utama dalam waktu yang lama, kemudian menjadi bintang raksasa, lalu mengalami keadaan degenerasi, seterusnya melontarkan sebagian massanya bagian luar dan membentuk massa kecil dengan kerapatan yang besar sampai menjadi bintang netron dan black hole, melalui tahapan-tahapannya yaitu : pembentukan bintang, Jejak evolusi pra deret utama, evolusi pada deret utama, evolusi dari deret utama ke raksasa merah, bintang katai putih.
2) Jelaskan Proses Evolusi Bintang !
PROSES EVOLUSI BINTANG
A. Pembentukan Bintang
Bintang-bintang berasal dari kabut antar bintang yang disebut proto bintang. Ada beberapa mekanisme pembentukan bintang yaitu:
- Tumbukan-tumbukan antara awan antar bintang dapat menyebabkan kenaikan kerapatan yang dapat mengarah pada kondensasi bintang. Tumbukan semacam itu bisa terjadi antara awan gas yang ditemui dalam lengan spiral galaksi. Pada lengan spiral ini dapat terdeteksi adanya bintang-bintang muda yang cukup cemerlang.
- Pada daerah perbatasan antara daerah-daerah H II dan daerah-daerah H l, para ahli memperkirakan adanya kumpulan kerapatan yang disebabkan oleh pemuaian gas panas dalam daerah H II. Gugus bintang muda NGC 2264 tampaknya telah terbentuk pada daerah itu.
- Awan gelap terisolasi (globule) dengan massa kira-kira 20 sampai ratusan kali massa matahari kemungkinan runtuh menjadi bintang- bintang atau gugus-gugus bintang.
- Ledakan-ledakan supernova melepaskan energi yang sangat besar, berupa radiasi elektromagnetik dan dalam bentuk angin bintang. Energi yang terlepas ini berperanan sangat penting dalam proses pembentukan bintang.
- Awan-awan molekuler yang dingin juga merupakan tempat terbentuknya bintang-bintang. Molekul-molekul dalam awan itu bertumbukan sesamanya, sehingga molekul-molekul tereksitasi ke berbagai keadaan getaran dan rotasi. Molekul-molekul tersebut secara berturut-turut berubah ke keadaan-keadaan dengan energi yang lebih rendah setelah memancarkan radiasi inframerah dan radiasi radio. Dalam proses itu, energi terlepas dari awan-awan tersebut sehingga terjadi pendinginan. Selama awan-awan itu mendingin, awan-awan harus berkontraksi menjadi lebih rapat dan membentuk protobintang.
Proses kondensasi awan antar bintang tidak hanya dipengaruhi oleh gaya gravitasi. Tekanan dan turbulensi di dalam awan itu juga ikut berperan dalam proses kondensasi. Jika tekanan dan turbulensi lebih besar dari pada gaya gravitasi antar materi maka proses pengerutan tidak akan terjadi dan bola awan tersebut akan tercerai. James Jeans mengemukakan bahwa gaya gravitasi lebih dominan terhadap tekanan dan turbulensi dalam awan gas jika massa bola awan gas mempunyai massa lebih besar dibandingkan dengan massa kritis MJ. Massa kritis ini sering kali disebut massa Jeans. Jika massa bola awan gas adalah M, maka agar terjadi pengerutan gravitasi harus dipenuhi syarat:
Jika syarat tersebut dipenuhi maka dikatakan terjadi ketidakstabilan gravitasi, bola gas akan mengalami pengerutan. Dalam awan gas yang besar bisa terjadi penggumpalan-penggumpalan massa yang lebih kecil akibat ketidakstabilan gravitasi. Gumpalan-gumpalan ini bisa menjadi lebih kecil lagi asalkan syarat ketidakstabilan gravitasi dipenuhi. Peristiwa semacam ini disebut fragmentasi. Energi bintang muda berasal dari pengerutan gravitasi dan belum tergantung pada reaksi-reaksi nuklir. Separuh energi yang dibebaskan oleh pengerutan gravitasi terlepas sebagai radiasi yang memberikan sumbangan terhadap luminositas bintang tersebut. Separuh energi lainnya memanaskan bagian dalam bintang muda itu dan menaikkan tekanannya sehingga mampu menopang pertambahan berat lapisan-lapisan dalam bintang. Berat masing- masing lapisan berbanding terbalik dengan kuadrat jejari lapisan itu.
B. Jejak Evolusi Pra Deret Utama
Kita dapat mengikuti evolusi bintang secara teoritis berdasarkan jejaknya pada diagram HR. Kita dapat memperhitungkan tahap-tahap perubahan suatu bintang berdasarkan model bintang itu. Pada setiap tahap dapat diperoleh luminositas, jejari bintang, dan suhu permukaannya. Oleh karena itu, kita dapat mengetahui letak bintang dengan diagram itu.
Pada awal fase pengerutan, suatu bintang memindahkan energinya melalul arus-arus konveksi. Pada tahap-tahap berikutnya, arus-arus konveksi berhenti pada daerah pusat bintang, perpindahan energi terjadi secara radiasi.
Daerah pusat berada pada kesetimbangan radiasi dan ukurannya bertambah secara bertahap, sedang daerah arus konveksi semakin berkurang.
Dalam tahap evolusi ini, bintang atau embrio bintang masih mengerut secara perlahan dan energinya berasal dari pengerutan gravitasi.
Jejak bintang berbelok secara tajam dan bergerak ke kiri menuju deret utama (dalam diagram H-R).
Pelepasan energi gravitasi berlangsung terus dan memanaskan bagian dalam bintang, sehingga suhu pada bagian pusatnya menjadi cukup tinggi yang memungkinkan terjadinya reaksi nuklir.
Dalam waktu singkat sumber energi baru ini memberikan panas pada bagian dalam bintang dengan laju sama seperti energi yang dipancarkan. Oleh karena itu, tekanan dan suhu pada bagian pusat bintang dipertahankan, dan pengerutan gravitasi berhenti, bintang itu menjadi stabil dan berada pada deret utama.
Waktu evolusi dari kabut antar bintang sampai menjadi bintang deret utama tergantung pada massa bintang itu. Makin besar massa bintang semakin cepat bintang itu mencapai deret utama.
Ketika bintang-bintang bermassa cukup besar (dibandingkan massa matahari) memasuki deret utama daerah-daerah konveksi sebelah luar telah hilang, tetapi terbentuk teras-teras konveksi yang baru pada bagian pusatnya. Bintang-bintang deret utama dengan massa mendekati massa matahari masih memiliki lapisan-lapisan konveksi di sebelah luar, tetapi pada bagian dalamnya berada dalam kesetimbangan radiatif. Bintang-bintang bermassa agak rendah masih berada dalam keseimbangan konvektif keseluruhannya dan mengikuti garis-garis Hayashi yang turun ke bawah sampai mencapai deret utama. Bintang-bintang bermassa sangat kecil tidak pernah mencapai suhu pusat yang cukup tinggi untuk menghasilkan reaksi inti. Bintang- bintang ini mengerut terus dalam waktu yang sangat lama, menjadi cukup mampat dan materinya teregenerasi, akhirnya mencapai keadaan katai putih.
C. Evolusi Pada Deret Utama
Ketika bintang-bintang mencapai deret utama, komposisi kimianya mula-mula adalah homogen. Pada saat ini bintang -bintang tersebut dikatakan berada pada deret utama berumur nol (ZAMS: zero age main sequence). Bintang-bintang menghabiskan sebagian besar waktu hidupnya dalam deret utama. Hampir seluruh energi bintang pada deret utama berasal dari reaksi thermonuklir hidrogen menjadi helium. Karena hanya 0,7% hidrogen yang diubah menjadi energi maka bintang yang bersangkutan tidak mengalami perubahan massa yang berarti.
Namun demikian pada daerah pusat massa bintang terjadi reaksi nuklir, sehingga terjadi perubahan komposisi kimia (jumlah hidrogen berkurang dan jumlah helium bertambah). Akibatnya terjadi perubahan struktur bintang, termasuk luminositas dan ukurannya. Perhitungan menunjukkan bahwa suhu dan kerapatan pada pusat bintang bertambah selama pembentukan helium dari hidrogen.
Akibatnya laju pembangkitan energi nuklir juga bertambah, luminositas bintang bertambah secara perlahan. Oleh karena itu, sebuah bintang tidak secara tepat berada pada ZAMS. Deret utama suatu gugus sebenarnya bertambah secara perlahan dalam diagram H-R selama umur gugus itu. Bintang-bintang yang paling pejal dan terang mengubah komposisi kimianya paling cepat, Oleh karena itu, deret utama naik paling cepat pada ujung bercahaya terang dan hampir tidak bertambah sama sekali pada ujung bercahaya lemah.
Jika hidrogen telah habis sama sekall pada bagian pusat bintang, maka terbentuklah teras yang hanya mengandung helium dan sedikit unsur- unsur berat yang mulai terbentuk.
Sumber energi dari pembakaran hidrogen sekarang telah habis, teras helium mulai mengerut secara gravitasi lagi.
Pengerutan gravitasi ini disertai pelepasan energi potensial, sedang sisa energi bintang yang berasal dari pembakaran hidrogen akan segera mengelilingi teras helium tersebut.
Schonberg dan Chandrasekar mengemukakan jika teras helium telah mencapai 10-20% dari massa bintang, maka gradien tekanan tidak mampu menahan berat lapisan luar bintang dan teras helium mengerut secara cepat, akhirnya bintang itu meninggalkan deret utama menuju tahap evolusi berikutnya.
Massa kritis teras helium tersebut dikatakan sebagai batas Schonberg-Chardrasekar. Makin besar massa suatu bintang makin singkat bintang itu berada pada deret utama. Sebagai contoh bintang dengan massa mendekati massa matahari berada pada deret utama mencapai 1010 tahun dan bintang dengan massa kira-kira 0,4 massa matahari berada pada deret utama sampai 2.1011 tahun.
D. Evolusi dari Deret Utama ke Raksasa Merah
Karena teras helium mengerut maka teras itu akan melepaskan energi potensial gravitasi. Energi ini terserap dalam selubung yang mengelilingi teras sehingga memaksa bagian luar bintang tersebut mengembang sangat besar dan bagian-bagian pusat kerapatannya sangat rendah. Pengembangan lapisan luar ini mengakibatkan pendinginan lapisan-lapisan itu, sehinggabintang menjadi merah.
Sementara itu sebagian energi potensial yang dilepaskan karena pengerutan teras helium akan memanaskan hidrogen yang menyelimutinya sehingga suhunya menjadi lebih tinggi. Dalam daerah - daerah panas ini perubahan hidrogen menjadi helium dipercepat sehingga luminositas bintang bertambah.
Setelah meninggalkan deret utama bintang- bintang bergerak ke bagian kanan atas diagram H-R, bintang-bintang itu menjadi raksasa merah (lihat Gambar dibawah ini ).
Gambar dibawah ini didasarkan pada perhitungan Ieko Iben, menggambarkan jejak-jejak evolusi pada diagram H-R dari deret utama ke raksasa merah untuk bintang-bintang dengan sejumlah massa tertentu dan dengan komposisi kimia mirip dengan matahari. Pita yang membentang dari kiri atas sampai kanan bawah menunjukkan deret utama berumur nol ZAMS. Bilangan - bilangan sepanjang setiap jejak evolusi menunjukkan waktu-waktu yang diperlukan Oleh bintang-bintang untuk mencapai lahap-tahap evolusi.
Jejak Evolusi Bintang dengan Berbagai Massa Mulai dari Deret Utama
Berumur nol yang Dihitung oleh Icko Iben
E. Bintang Katai Putih
Cepat atau lambat sebuah bintang kehabisan persediaan energi nuklirnya. Bintang itu selanjutnya hanya mengerut dan melepaskan kelebihan energi potensialnya. Akhirnya bintang yang mengerut terus itu akan mencapai kerapatan maha besar dan mempunyai ukuran sangat kecil yang disebut dengan bintang katai putih.
Dalam bintang katai putih electron - elektron terdegenerasi sempurna pada seluruh bagian bintang. Diyakini bahwa bintang katai putih merupakan salah satu tahap akhir dari evolusi bintang.
Bintang Sirius B adalah contoh bintang katai putih. Sumber energi bintang katai putih adalah energi termal yaitu energi kinetik inti - inti atom tak terdegenerasi yang berkelakuan seperti zarah-zarah gas biasa dan terhambur di antara elektron-elektron terdegenerasi.
Bintang katai putih memiliki bagian dalam yang sangat panas dan tekanannya sangat tinggi sehingga hidrogen yang tersisa segera mengalami reaksi fusi dan membentuk helium. Akibatnya, bintang katai putih tidak mengandung hidrogen. Komposisi bagian dalam katai putih kemungkinan besar adalah karbon dan oksigen sebagai hasil pembakaran helium.
Bintang katai putih secara perlahan-lahan mengalami pendinginan. Mula-mula laju pendinginan ini sangat cepat, setelah suhu bagian dalam bintang itu turun akhirnya bintang yang bersangkutan tidak bersinar sama sekali menjadi bintang katai hitam.
3) Menunjukkan apakah warna dan spektrum bintang? jelasakan jawaban anda
WARNA DAN SPEKTRUM BINTANG
Keadaan fisis bintang dapat ditelaah dari spektrum atau kuat cahayanya.
Pengukuran kuat cahaya bintang dipelajari dalam fotometri.
Terang bintang dinyatakan dalam magnitudo semu (m), sedangkan
Kuat cahaya bintang sebenarnya dinyatakan dalam magnitudo mutlak (M), yakni magnitudo bintang diamati dari jarak 10 parsec.
Sebelum adanya perkembangan fotografi, magnitudo bintang ditentukan dengan mata. Kepekaan mata untuk daerah panjang gelombang yang berbeda adalah tidak sama.
Mata memiliki kepekaan terutama pada daerah kuning-hijau pada panjang gelombang 5.500 A0. Oleh karena itu, magnitudo yang diukur di daerah tersebut dikenal dengan magnitudo visual atau mvis.
Magnitudo bintang dapat ditentukan dengan fotografi. Emulsi fotografi memiliki kepekaan di daerah biru - ungu pada panjang gelombang 4.500 A0. Magnitudo yang diukur pada panjang gelombang tersebut disebut magnitudo fotografi atau mfot.
Makin terang suatu bintang maka makin kecil magnitudonya.
Selisih dari kedua magnitudo itu, yakni magnitudo fotografi dikurangi magnitudo visual disebut indeks warna bintang tersebut.
Makin panas atau makin biru suatu bintang, makin kecil indeks warnanya. Karena adanya selisih tersebut maka diperlukan pembakuan titik nol kedua magnitudo tersebut. Secara matematis magnitudo visual dan magnitudo fotografi dapat dinyatakan sebagai berikut:
Kedua tetapan tersebut dapat ditentukan sedemikian rupa sehingga mvis = mfot Pada mulanya pelat fotografi hanya peka untuk cahaya biru-ungu. Tetapi dengan berkembangnya fotografi orang dapat membuat pelat yang peka untuk daerah panjang gelombang lain seperti daerah kuning, merah, dan inframerah. Suatu pelat fotografi yang peka cahaya kuning-hijau bila dikombinasikan dengan filter kuning akan menghasilkan kepekaan yang sesuai dengan mata. Dengan menggunakan berbagai kombinasi pelat fotografi (atau detektor lain) dan filter dapat diperoleh berbagai sistem magnitudo.Pada tahun 1951, .H.L. Johnson dan W. W. Morgan mengajukan Sistem magnitudo yang disebut sistem UBV, yakni : U = magnitudo semu dalam daerah ultra ungu. B = magnitudo semu dalam daerah biru. V = magnitudo semu dalam daerah kuning atau visual.Walaupun dituliskan dalam huruf kapital U, B, dan V adalah magnitudo semu (mU,mB dan mv). Dalam sistem Johnson-Morgan indeks warna adalah U-B dan B-V. Selain sistem UBV juga dikenal sistem magnitudo lain seperti terangkum pada table di bawah ini :
KELAS SPEKTRUM BINTANG
Klasififikasi bintang berdasarkan kelas spektrumnya didasarkan pada temperatur bintang. Perbedaan temperatur menyebabkan perbedaan tingkat energi pada atom-atom dalam bintang yang menyebabkan perbedaan tingkat ionisasi, sehingga terjadi perbedaan spektrum yang dipancarkan. Adapun warna bintang akan makin biru bila suhu makin panas akibat panjang gelombang maksimum yang dipancarkan berada pada panjang gelombang pendek (biru), begitu pula makin dingin suatu bintang akan makin merah warnanya (ingat Hukum Wien).
Kelas spektrum itu dibagi menjadi kelas O, B, A, F, G, K dan M. Tiap kelas dapat pula dibagi menjadi subkelas 0 sampai 9, misalnya B0, B1,B2,....., B9.
Warna : biru
Temperatur : > 30 000 K
Ciri utama : Garis adsorbsi yang tampak sangat sedikit. Garis helium terionisasi. Garis nitrogen terionisasi dua kali, garis silikon terionisasi tiga kali dan garis atom lain yang terionisasi beberapa kali tampak, tapi lemah. Garis hidrogen juga tampak, tapi lemah. Contoh : Bintang 10 Lacerta dan Alnitak.
Warna : biru
Temperatur : 11 000 – 30 000 K
Ciri utama : Garis helium netral, garis silikon terionisasi satu kali dan dua kali serta garis oksigen terionisasi terlihat. Garis hidrogen lebih jelas daripada kelas O. Contoh : Rigel dan Spica.
3. Kelas Spektrum A
Warna : putih kebiruan
Temperatur : 7 500 – 11 000 K
Ciriu tama : Garis hidrogen tampak sangat kuat. Garis magnesium, silikon, besi, dan kalsium terionisasi satu kali mulai tampak. Garis logam netral tampak lemah. Contoh : Sirius dan Vega.
4. Kelas Spektrum F
Warna : putih
Temperatur : 6 000 – 7 500 K
Ciri utama : Garis hidrogen tampak lebih lemah daripada kelas A, tapi masih jelas. Garis-garis kalsium, besi dan kromium terionisasi satu kali dan juga garis besi dan kromium netral serta garis-garis logam lainnya mulai terlihat. Contoh : Canopus dan Procyon.
5. Kelas Spektrum G
Warna : putih kekuningan
Temperatur : 5 000 – 6 000 K
Ciri utama : Garis hidrogen lebih lemah daripada kelas F. Garis kalsium terionisasi terlihat. Garis-garis logam terionisasi dan logam netral tampak. Pita molekulC H (G-Band) tampak sangat kuat.
Contoh : Matahari dan Capella.
6. Kelas Spektrum K
Warna : jingga
Temperatur : 3 500 – 5 000 K
Ciri utama : Garis logam netral tampak mendominasi. Garis hydrogen lemah sekali. Pita molekul Titanium Oksida (TiO) mulai tampak. Contoh : Arcturus dan Aldebaran.
7. Kelas Spektrum M
Warna : merah
Temperatur : 2 500 – 3 000 K
Ciri utama : Pita molekul TiO terlihat sangat mendominasi, garis logamnetral juga tampak dengan jelas. Contoh : Betelgeuse dan Antares.
Klasifikasi Bintang
Berdasarkan spektrumnya, bintang dibagi ke dalam 7 kelas utama yang dinyatakan dengan huruf O, B, A, F,G, K, M yang juga menunjukkan urutan suhu, warna dan komposisikimianya! Klasifikasi ini dikembangkan oleh Observatorium Universitas Harvard dan Annie Jump Cannon pada tahun 1920an dan dikenal sebagai system klasifikasi Harvard untuk mengingat urutan penggolongan ini biasanya digunakan kalimat “Oh Be A Fine Girl Kiss Me “ Dengan kualitas spektrogram yang lebih baik memungkinkan penggolongan ke dalam 10 sub-kelas yang diindikasikan oleh sebuah bilangan (0 hingga 9) yang mengikuti huruf. Sudah menjadi kebiasaan untuk menyebut bintang - bintang di awal urutan sebagai bintang tipe awal dan yang di akhir urutan sebagai bintang tipe akhir. Jadi, bintang A0 bertipe lebih awal daripada F5, dan K0 lebih awal daripada K5.
Kelas
|
Warna
|
Suhu
Permukaan °C
|
Contoh
|
O
|
Biru
|
> 25.000
|
Spica
|
B
|
Putih - Biru
|
11.000
– 25.000
|
Rigel
|
A
|
Putih
|
7.500 – 11.000
|
Sirius
|
F
|
Putih Kuning
|
6.000
– 7.500
|
Procyon A
|
G
|
Kuning
|
5.000 – 6.000
|
Matarhari
|
K
|
Jingga
|
3.500
– 5.000
|
Arcturus
|
M
|
Merah
|
<3.500
|
Betelguese
|
Pada tahun 1943, William Wilson Morgan, Phillip C Keenan, dan Edith Kellman dari Observatorium Yerkes menambahkan sistem pengklasifikasian berdasarkan kuat cahaya atau luminositas, yang seringkali merujuk pada ukurannya. Pengklasifikasian tersebut dikenal sebagai sistem klasifikasi Yerkes dan membagi bintang ke dalam kelas – kelas berikut :
- 0Maha maha raksasa
- I Maharaksasa
- II Raksasa – raksasa terang
- III Raksasa
- IV Sub - raksasa
- V Deret utama (katai)
- VI sub – katai
- VII katai putih
No. | Materi | Type File | Link Download |
---|---|---|---|
1.
|
Inisiasi 7.1 |
Pdf
|
|
2.
|
Diskusi 7 |
Pdf
|
|
3.
| Tugas 3 | Link 3 |
Display Tugas 3
0 comments:
Post a Comment